Monday, March 4, 2013

Pengaruh Pendidikan Terhadap Kinerja Kepala Desa


KATA PENGANTAR 

Sembah sujud tak henti-hentinya kita panjatkan kehadiiat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat serya inayah-Nya sehingga penulis masih memperoleh kesehatan dan kekuatan sehingga dapat menyelesaikan tugas ini dengan Judul "Pengaruh Pendidikan Terhadap Konerja Kepala Desa Gonggong". Tugas ini disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti Ujian Semester Genap tahun 2011-2012 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tompotika Luwuk.

Tiada kesempurnaan yang dimiliki seseorang, untuk itu penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan baik tata cara penulisan, bahasa maupun pembahasannya, ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Oleh sebab itu, penulis secara tulus menerima kritikan dan saran dari pada pembaca terutama Dosen Pembimbing demi perbaikan karya tulis ini.

Akhirnya semoga bantuan dan bimbingan serta petunjuk yang telah diberikan oleh berbagai pihak akan mendapatkan imbalan yang setimpal dari yang maha besar Illahi Rabbi dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, Amin ya Robbil Alamain.













BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia sampai scat ini masih banyak pihak-pihak yang berbicara tentang good public governance, seperti pada negara-negara berkembang yang sedang berupaya keras melaksanakan pembangunan diberbagai sektor kehidupan masyarakat. Berbagai pandangan dan pendapat banyak dilontarkan guna menciptakan good public governance itu. Tertunya, upaya tersebut bukanlah hal yang mudah dilaksanakan seperti halnya membangun suatu menara fisik; gedung misalnya, yang bisa diperkirakan secara pasti bahan-bahannya dan waktu selesainya gedung tersebut. Pembangunan Administrasi Negara (Baca Birokrasi Pemerintahan atau Aparatur Pemerintahan) tidak bisa dibangun semudah dan secepat seperti pembangunan gedung tersebut. Hal ini dikarenakan, administrasi negara selain merupakan salah satu sistem sosial dengan berbagai kompleksitas elemennya, juga merupakan salah satu sub sistem dari suatu sistem yang iebih besar yaitu sistem kehidupan bangsa dan negara.

Aparatur pemerintahan atau birokrasi pemerintah yang professional dalam tulisan ini tidak (terjemahan bebas) adalah good public guvernance Kata profesional tersebut walaupun terasa sedikit janggal sebagai terjemahan dari kata good namun agaknya lebih tepat karena pengertiannya lebih luas dan jelas dibandingkan bila menterjemahkan kata good menjadi baik dan berwibawa. Sedangkan governance diartikan sebagai pemerintahan dimana didalamnya terdapat aparatur, sehingga dapat dianggap sebagai aparatur pemerintahan (terjemahan bebas). Dengan demikian, yang dimaksud dengan good public governance disini adalah aparatur atau birokrasi pemerintahan yang profesional. Aparatur atau birokrasi pemerintahan yang professional antara lain memiliki sumber daya dan efektif dalam mencapai target dan sasaran berbagai kebijaksanaan dan programnya. yang kesemuanya itu ditujukan untuk kepentingan, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dan negara. Kata profesional tersebut juga secara langsung menggiring kita kepada suatu pengertian bahwa birokrasi atau aparatur tersebut bekerja dengan baik sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kewibawaan aparatur pemerintahan (aparatur pemerintahan yang berwibawa) akan muncul dengan sendirinya bila is telah dapat bekerja dan menghasilkan kinerja yang efisien dan efektif.

Pembangunan sumber daya manusia baik dari segi kualitas (kemampuan, tingkat pendidikan, sikap, dan kariernya) dan kesejahteraannya. Berbagai diklat perlu ditata rapi dan disesuaikan dengan kebutuhan nyata. Demikian pula sistem pembinaan karier, termasuk sistem rekrutnya. promosi, DP3 dan sebagainya. Perilaku aparatur perlu dibenahi agar berorientasi pada produktifitasnya dan kualitas kerja serta mengutamakan kepentingan masyarakat umum. dan sosial aquity, bukan kepentingan kelompok atau golongan termasuk partai-partai yang berkuasa. Untuk itu, aparatur negara harus dibina sebagai abdi dan abdi masyarakat dalam arti yang sebenarnya dan bukan sebagai abdi partai yang berkuasa "abdi penguasa".

Memasuki era reformasi, kita dihadapkan pada perubahan arah pembangunan yang bertumpu pada peningkatan sumber daya aparatur. pemerintah sebagai kunci pokok tercapainya cita-cita bangsa yang merdeka dan berkembang. Upaya peningkatan sumber daya aparatur yang berkualitas harus dimulai pada tingkat pemerintahan di Desa dengan asumsi bahwa tingginya kualitas aparatur pemerintah dalam menjalankan tugasnya sangat bergantung dari kualitas sumber daya manusianya. Kepala Desa yang merupakan kepala pemerintahan ditingkat Desa diharapkan mampu menjalankan pemerintahan dengan Performa yang baik dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat, sehingga apabila aparat pemerintah pada tingkat Desa menunjukan kinerja yang bagus dalam menyelenggaraan pemerintahan. maka akan berpengaruh pada kinerja pemerintah pada tingkat Kabupaten, Propinsi hingga Pusat. Usaha untuk mencapai pemerintahan yang baik ini melahirkan peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan pemerintahan di Desa. Salah satunya adalah peraturan pemerintah tahun 2006 tentang Desa. Dalam peraturan pemerintah nomor 27 tahun 2006 tentang Desa, pada pasa 5 dan pasal 6 mengemukakan bahwa tugas dan kewajiban yang paling utama untuk Kepala Desa adalah memimpin penyelenggaraan pemerintahan Desa. Bila ini dapat terlaksana dengan baik, maka tugas dan kewajiban yang lainnya sudah dapat terlaksana dengan baik pula. Sebab dalam Pemerintahan telah mencakup dan mengatur semua bidang, baik bidang sosial kemasyarakatan, bidang ekonomi. bidang politik dan keamanan maupun bidang hukum. Berarti untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan dengan baik. maka Kepala Desa dituntut untuk menguasai bidang ilmu pemerintahan. Sedangkan menurut peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2006 salah satunya mengatur tentang tata cara pencalonan pemilihan, pelantikan, dan pemberhentian Kepala Desa, pasal 4 (persyaratan bakal calon kepala desa) dan huruf "C" menyatakan "pendidikan paling rendah tamatan SLTP dan/atau sederajat". Ilmu pemerintahan yang dipelajari di SLIP atau sederajat ada pada mata pelajaran PPKN, namun pembahasannya Baru pada tahap dasar saja. Kemudian ditingkat SMU yaitu pada mata pelajaran PPKN dan Tata Negara berupa tingkat pengatur. Lebih lanjut secara spesifik ilmu pemerintahan dibahas pada banyak mata kuliah diperguruan tinggi yang dimiliki jurusan ilmu sosial dan ilmu politik. Oleh karena peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2006 yang mengatur tata cara pencalonan pemilihan, pelantikan dan pemberhentian Kepala Desa. pasal 14 menyatakan bahwa setiap warga masyarakat berhak memilih dan dipilih dalam pemilihan Kepala Desa, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur didalam pasal 12 dan pasal 14 peraturan pemerintah ini, sehingga orang yang menjadi Kepala Desa adalah yang telah dipercayakan oleh warga sebagai pemimpin dan pemegang kendali pemerintahan di Desa itu. Warga yang memilih Kepala Desa memiliki dasar dan berbagai alasan yang berbeda-beda, misalnya ada yang memilih karena kharisma, pengaruh, tingkat pendidikan, status sosial kekayaan, kepentingan, hubungan keluarga dan lain sebagainya. Figur Kepala Desa dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat setempat, poly pikir, kepentingan, dan karakteristik mereka secara umum. Implementasi dari peraturan daerah diatas pada kenyataannya telah menunjukan Kepala Desa khususnya di Kabupaten Sidrap memiliki latar belakang atau tingkat pendidikan yang berbeda-beda, mulai dari yang berpendidikan akhir SLTP atau sederajat sampai yang berpendidikan akhir sarjana. Serta yang tidak dapat dibanta pula bahwa disamping itu, Kepala Desa di Kabupaten Banggai Kepulauan juga menghasilkan kinerja yang beragam dalam menjalankan pemerintahan di Desanya. Hal tersebut dapat kita lihat dalam pelaksanaan pemerintahan sehari¬hari di Kantor Desa, sering kita dapati kantor Desa masih lengang di pagi hari, masih untung kita dapati satu atau dua prang. bahkan dibeberapa tempat tidak ada sama sekali, padahal jam kerja sudah dimulai. Pegawai Desa akan mulai berdatangan sekitar pukul 09.00 — 09.30 pagi. Keadaan ini sangat berbeda dengan yang terjadi di Kantor Bupati, dimana pusat dari penyelenggaraan pemerintahan berlangsung. Jam kerja sudah dimulai hanya beberapa menit setalah apel pagi dilaksanakan, yaitu sekitar pukul 07.30 pagi sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat lebih optimal.

Berbicara soal kinerja Kepala Desa, mungkin masih kita ragukan, hal ini di indikasikan oleh penyetoran laporan pertanggung jawaban tahunan yang sering terlambat di bagian Pemerintahan Desa Sekretaris Daerah Kabupaten. Meskipun tidak seluruhnya demikian bagi Kepala Desa, namun sebagian besar hal tersebut terjadi. Sehinga untuk memantau pelaksanaan program-program pembangunan di Desa menjadi sangat sulit. Padahal laporan pertanggung jawaban inilah salah satu indikator untuk mengukur kinerja Kepala Desa. Pemberdayaan aparat pemerintahan di Desa adalah menjadi tanggung jawab pemimpinnya, sehingga sangat dibutuhkan kemampuan yang besar untuk membina aparat Desa agar memiliki kinerja yang lebih balk, akan tetapi hal ini tidak bisa terlaksana tanpa diketahui oleh upaya peningkatan kinerja pemimpinnya (Kepala Desa). Sehingga dari kenyataan diatas, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian mengenai "Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Kinerja Kepala Desa Gonggong Kecamatan Banggai Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut

1. Apakah faktor tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kinerja Kepala Desa Gonggong Kecamatan Banggai Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan?

2. Apakah ada perbedaan kinerja Kepala Desa yang berpendidikan SLIP terhadap kinerjanya?

C. Tujuan Penelitian

Adapun latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas dapat ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut

1 Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menjelaskan peranan tingkat pendidikan terhadap kinerja Kepala Desa Gonggong Kecamatan Banggai Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan.

2. Untuk menganalisi apakah faktor tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kinerja Kepala Desa Gonggong Kecamatan Banggai Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan.

3. Untuk mengetahui kinerja Kepala Desa yang berpendidikan SLTP.

D. Manfaat Penelitian

Terkait dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :

1. Manfaat Teoritis

Sebagai sarana perbandingan bagi dunia ilmu pengetahuan dalam memperkaya informasi tentang pengaruh tingkat pendidikan terhadap kinerja Kepala Desa.

2. Manfaat Praktek

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten Banggai Kepulauan dalam upaya meningkatkan kinerja aparatur pemerintahan dimasa mendatang.

b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah Desa khususnya Kepala Desa di Kabupaten Banggai Kepulauan dalam upaya peningkatan kinerjanya dimasa mendatang.





BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan

Kecakapan individu dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu kecakapan nyata (aktual ability) dan kecakapan potensial (Potential ability). Kecakapan nyata aktual (ability) yaitu kecakapan yang diperoleh melalui belajar (achievement atau prestasi), yang dapat segera di demonstrasikan dan diuji sekarang. Misalkan, setelah selesai mengikuti proses perkuliahan (kegiatan tatap muka dikelas), pada akhir perkuliahan Mahasiswa duji oleh Dosen tentang materi yang disampaikannya (tes pormatif). Ketika mahasiswa mampu menjawab dengan balk tentang pertanyaan dosen, maka kemampuan tersebut merupakan kecakapan nyata (achievement). Sedangkan kecakapan potensi merupakan aspek kecakapan yang masih tergantung dalam diri individu dan diperoleh dari faktor keturunan (herediter). Kecakapan potensial dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu kecakapan dasar umum (inteligensi atau kecerdasan) dan kecakapan dasar khusus (bakat dan aptitudes).

Howard Gardner (1993), mengemukakan teori multiple intelligence. dengan aspek-aspeknya sebagai berikut

1. Logical - Mathematical kepekaan dan kemampuan untuk mengamati pola-pola logis dan bilangan serta kemampuan untuk berfikir rasional.

2.Linguistic ; kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata, dan keragaman fungsi-fungsi bahasa.

3. Musical kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasikan ritme, nada dan bentuk-bentuk ekspresi musik.

4. Spatial ; kemampuan mempersepsi dunia ruang visual secara akurat dan melakukan transformasi persepsi tersebut.

5. Bodily Kinesthetic kemampuan untuk mengontrol gerakan tubuh dan mengenai objek-objek secara terampil.

Kecakapan potensial seseorang hanya dapat dideteksi dengan mengidentifikasi indikator-indikatornya. Jika kita perhatikan penjelasan tentang aspek-aspek inteligensi dari teori-teori inteligensi diatas, maka pada dasarnya indikator kecerdasan akan mengerucut kedalam tiga ciri yaitu kecakapan (waktu yang singkat), ketepatan (hasilnya sesuai dengan yang diharapkan) dan kemudahan (tanpa mengadapi hambatan dan kesulitan yang berarti) dalam bertindak. Dengan indikator-indikator perilaku inteligensi tersebut, para ahli mengembangkan instrumen¬instrumen standar untuk mengukur perkiraan kecakapan umum (kecerdasan) dan kecakapan khusus (bakat) seseorang. Aiat ukur inteligensi yang paling dikenal dan banyak digunakan di Indonesia ialah Tes Binet Simon — walaupun sebenarnya menurut hemat penulis alat ukur tersebut masih terbatas untuk mengukur inteligensi atau bakat persekolahan (scholastic aplitude). belum dapat mengukur aspek-aspek inteligensi secara keseluruhan (multipleinteligence). Selain itu, ada juga tes inteligensi yang bersifat lintas budaya tes progressive metrices (PM)yang dikenal oleh Raven.

Begitu juga kecerdasan atau bakat seseorang bukanlah satu¬satunya faktor yang menentukan tingkat keberhasilan atau kesuksesan hidup seseorang. Dalam rangka proses percepatan belajar (accelerated learnin). Balitbang Depdiknas (1986) telah mengidentifikasikan ciri-ciri keberbakatan peserta didik dilihat dari aspek kecerdasan, kreativitas dan komitmen terhadap tugas, yaltu



1. Lancar berbahasa (mampu mengutarakan pikirannya).

2. Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu pengetahuan.

3 Memiliki kemampuan yang tinggi dalam berfikir logis dan kritis.

4. Mampu belajar/bekerja secara mandiri.

5. Ulet menghadapi kesulitan (tidak cepat putus asa).

6. Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atas perbuatannya.

7. Cermat atau teliti dalam mengamati.

8. Memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam pemecahan masalah.

9. Mempunyai minat lungs.

10. Mempunyai daya imajinasi yang tinggi.

11. Belajar dengan cepat.

12. Mampu mengemukakan dan mempertahankan pendapat.

13. Mampu berkonsentrasi.

14. Tidak memerlukan dorongan (motivasi) dari luar.

Terkait dengan proses pembelajaran, yang perlu menjadi perhatian bahwa antara satu individu dengan individu lainnya pada dasarnya memiliki kecakapan yang berbeda-beda.

B. Pengertian Pendidikan

Menurut Akhmad Sudrajat, M. Pd (2008) pendidikan sepanjang hayat merupakan jawaban terhadap kritik-kritik yang dilontarkan pada sekolah. Sistem sekolah secara tradisional mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan yang sangat cepat dalam abad terakhir ini, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan¬kebutuhan atau tuntutan manusia yang makin meningkat.

Menurut konsep pendidikan sepanjang hayat, kegiatan-kegiatan pendidikan dianggap sebagai suatu keseluruhan. Konsep ini harus disesuaikan dengan kenyataan serta kebutuhan masyarakat bersangkutan. Apabila sebagian besar masyarakat masih banya buta huruf dikalangan orang dewasa menjadi prioritas dalam sistem pendidikan sepanjang hayat.

Sekolah merupakan lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Di sekolah anak akan belajar apa yang ada didalam kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan kehidupan sekelilingnya. Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan masyarakat sesuai perkembangan budayahnya. Dalam kehidupan modern seperti saat ini, sekolah merupakan suatu keharusan, karena tuntutan-tuntutan yang diperlukan bagi perkembangan anak sudah tidak memungkinkan akan dapat dilayani oleh keluarga.

Pendidikan dimasyarakat merupakan bentuk pendidikan yang diselenggarakan diluar keluar dan sekolah. Bentuk pendidikan ini menekankan pada peolehan pengetahuan dan keterampilan khusus serta praktis yang secara langsung bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat. Philip H Coombs (Liyol Sadullah 1994 • 65), mengemukakan beberapa bentuk pendidikan di masyarakat, antara lain :

(1). Program persamaan bagi mereka yang tidak pernah bersekolah atau putus sekolah, (2). Program pemberantasan buta huruf, (3). Penitipan bayi dan penitipan anak pra sekolah, (4). Kelompok pemuda tani, (5). Perkumpulan olah raga dan kreasi dan (6). Kursus-kursus keterampilan.

Seperti dikemukakan oleh Andrias Haresa (2000) bahwa pembelajaran akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga berkemampuan, menjadi dewasa dan mandiri. Manusia mengalami transportasi diri, dari belum/tidak mampu menjadi mampu atau dari ketergantungan menjadi mandiri. Dan transpormasi diri ini seharusnya terus terjadi sepanjang hayat, asalkan ia tidak berhenti belajar, asal ia tetap menyadari keberhasilannya yang bersifat present continous on going process, atau on becoming. Persoalannya adalah sebagian besar manusia tidak mendisiplinkan dirinya untuk tetap belajar tanpa henti. Sebagian besar manusia berhenti belajar setelah merasa dewasa. Sikap gede rasa ini umumnya disebabkan oleh kebodohan yang bersifat sosial dan mental/psiko-spritual. Sebagian orang merasa telah dewasa karena telah berusia diatas 17 atau 21 tahun atau telah selesai sekolah atau kuliah, telah memiliki gelar akademis, telah memiliki pasangan hidup, telah memiliki pekerjaan dan jabatan yang memberinya nafka lahiriah.

Kegiatan pembelajaran dapat dikeiompokan dalam dua kelompok diantaranya kegiatan yang terjadi pada jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Sejak kehadirannya. pembelajarannya kelompok menjadi ciri utama dalam perkembangannya kegiatan pembelajaran dalam pendidikan luar sekolah telah memperoleh dukungan dari berbagai teori pembelajaran dan dari teori pengalaman para praktisi dilapangan sehingga muncul kegiatan-kegiatan pembelajaran partisipatif. Dewasa ini pembelajaran parsipatif tidak saja digunakan dalam program-program pendidikan luar sekolah tetapi juga dibeberapa kawasan didunia ini, dan telah diserap serta diterapkan pada program-program pendidikan sekolah. Dengan demikian pembelajaran partisipatif telah menjadi bagian dari strategi pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan didaiam proses pendidikan baik di satuan pendidikan sekolah maupun satuan pendidikan luar sekolah.

Nana S. Sukamadinata (1997) mengemukakan 4 (empat) teori sebagai berikut :

1. Pendidikan Kiasik (classical education)

Teori pendidikan kiasik berdasarkan pada filsafat kiasik. seperti

perenialisme, eessensialisme, dan eksistensialisme dan memandang

bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses isi pendidikan atau materi diambil dari khasanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang teleh disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidikan mempunyai peranan besar dan lebih dominant sedangkan peserta didik memiliki peranan yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.

2. Pendidikan pribadi (Personalized education)

Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa aspek sejak dilahirkan anak teleh memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayanan peserta didik.



3. Teknologi pendidikan

Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan kiasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun, diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam teknologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis. bukan pengawetan dan

pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan teknologi, isi pendidikan berupa dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan yang mengarah kepada kemampuan vocational.

4. Pendidikan internasional

Pendidikan internasioan yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa berintaraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan internasional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan. antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. lnteraksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog.









C. Tingkat pendidikan

Dewasa ini berkembang paling tidak tiga perspektif secara teoritis yang menjelaskan hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi, yakni teori modal manusia, teori alokasi dan teori reproduksi strata sosial. Teori modal manusia menjelaskan proses dimana pendidikan memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Teori ini mendominasi literatur pembangunan ekonomi dan pendidikan pada pasca perang dunia kedua sampai pada tahun 70-an. Termasuk para pelapornya adalah pemenang hadiah nobel ilmu ekonomi Gary Becker dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, Edward Denison dan Theodore Schultz. juga pemenang hadiah nobel ekonomi atas penelitiannya tentang masalah ini.

Argumen yang disampaikan pendukung teori ini adalah manusia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, yang diukur juga dengan lamanya waktu sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibadingkan yang pendidikannya lebih rendah. Apabila upah mencerminkan produktifitas, maka semakin banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi, semakin tinggi produktifitas dan hasilnya ekonomi nasional akan bertambah lebih tinggi.

Pada tahun 70-an, teori ini mendapat kritik tajam argumen yang disampaikan adalah tingkat pendidikan tidak selalu sesuai dengan kualitas pekerjaan sehingga orang yang berpendidikan tinggi ataupun rendah tidak berbeda produktivitasnya dalam menangani pekerjaan yang sama. Juga ditekankan bahwa dalam ekonomi modern sekarang ini, angkatan kerja yang berkeahlian tinggi tidak begitu dibutuhkan lagi karena perkembangan teknologi yang sangat cepat dan proses produksi yang semakin dapat disederhanakan.

Dengan demikian, orang berpendidikan rendah tetapi mendapat pelatihan (yang memakan periode jauh lebih pendek dan sifatnya non formal), akan memiliki produktifitas relatif sama dengan orang berpendidikan tinggi formal. Argumen ini diformalkan dalam suatu teori yang dikenal dengan teori alokasi atau persaingan status yang mendapat dukungan dari Lester Thurow (1974). John Meyer (1977) dan Randall Collins (1979). Teori persaingan status ini memperlakukan pendidikan sebagai suatu lembaga sosial yang salah satu fungsinya mengalokasikan personil secara sosial menurut strata pendidikan. Keinginan mencapai status lebih tinggi mengiring orang untuk mengambil pendidikan lebih tinggi. Meskipun orang-orang berpendidikan memiliki proporsi lebih tinggi dalam pendapatan nasional. tetapi peningkatan proporsi orang yang berpendidikan lebih tinggi dalam suatu bangsa tidak akan secara otomatis meningkatkan ekspansi ataupun pertumbuhan ekonomi. Akan halnya pertumbuhan ekonomi kelas atau strata sosial berargumen bahwa fungsi utama berpendidikan adalah menumbuhkan struktur kelas dan ketidak seimbangan sosial. Pendidikan pada kelompok elit lebih menekankan studi-studi tentang hal-hal klasik, kemanusiaan dan pengetahuan lain yang tidak relevan dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Sementara pendidikan untuk rakyat kebanyakan diciptakan sedemikian rupa untuk melayani kepentingan kelas yang dominan. Hasilnya, proses pertumbuhan kelas menghambat kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan produktifitas, yang dimulai pada akhir 1980-an dengan pionir seperti Paul Romer dan Robert Lucas, menekankan aspek pembangunan manusia. Menurut Romer misalnya (1991), model manusia merujuk pada stok pengetahuan dan keterampilan produksi seseorang. Pendidikan adalah satu cara dimana individu meningkatkan modal menusianya. Semakin tinggi pendidikan seseorang. diharapkan stok modal menusianya semakin tinggi.

D. Pengertian kinerja

Menurut Prawisantono (1993 : 3) kinerja (prestasi kerja adalah hasil yang dapat dicapai seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral atau etika. Sedangkan Siswanto (1998 : 27) mengatakan bahwa kinerja (prestasi kerja) merupakan hasil dari pelaksanaan pekerjaan pegawai pada organisasi dimana pegawai tersebut bekerja yang diserahi tugas, tanggung jawab, mempunyai kemampuan skill dan motivasi yang tinggi.

Timple (1999). mendefinisikan kinerja (prestasi kerja) adalah akumulasi elemen yang sating berkaitan antara lain

1. Tingkat keterampilan

Adalah sejauh mana karyawan memiliki pengetahuan, kemampuan, kecakapan-kecakapan interpersonal serta kecalapan-kecakapan teknis dan tenaga untuk menghasilkan kinerja.

2. Upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan. Meskipun karyawan memiliki tingkat keterampilan untuk melakukan mereka tidak akan bekerja dengan balk bila hanya sedikit berupaya atau tidak ada upaya sama sekali

3. Kondisi-kondisi eksternal

Elemen penentu kinerja adalah sejauh mana kondisi-kondisi eksternal mendukung produktifitas karyawan. Meskipun karyawan mempunyai tingkat kemampuan dan upaya yang diperlakukan untuk berhasil, hal ini diakibatkan oleh kondisi yang tidak mendukung dan berada diluar kendali karyawan. misalnya keadaan ekonomi, sarana dan sebagainya.

Faktor kritis yang berkaitan dengan berhasilnya jangka panjang organisasi adalah kemampuannya untuk mengukur seberapa balk karyawan-karyawan berkarya dan menggunakan informasi tersebut guna memastikan bahwa pelaksanaan tugasnya telah memenuhi standar-standar sekarang dan meningkatkan sepajang waktu. Penilaian kinerja adalah alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengembangkan dan memotivasi para karyawan. Sayangnya penilaian kinerja juga dapat menjadi sumber kerisauan dan frustasi bagi manajer dan karyawan. Hal ini kerap disebabkan oleh ketidak pastian dan ambiguitas di seputar sistem penilaian kinerja.

Menurut Simamora (1997 : 415) pada intinya, penilaian kinerja (prestasi kerja) dapat dianggap sebagai alat untuk memverifikasi bahwa individu memiliki standar kinerja (prestasi kerja) yang telah ditetapkan. Peniiaian kinerja dapat pula menjadi cara untuk membantu individu untuk mengelola kinerjanya, dan kinerja dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, tergantung kepada tujuan masing-masing oranisasi (misalnya untuk profil ataukah untuk costumer satisfaction) dan juga tergantung pada bentuk organisasi itu sendiri. (misalnya organisasi publik, swasta. bisnis. sosial atau keagamaan serta lembaga pendidikan). kinerja (prestasi kerja) sering dihubungkan dengan tingkat produktifitas yang menunjukan ratio input dan output dalam organisasi, bahkan dapat dilihat dari sudut performance dengan memberi penekanan pada nilai efisiensi yang berkaitan dengan kualitas output yang dihasilkan oleh pegawai berdasarkan beberapa standar yang telah ditetapkan sebelumnya oleh organisasi yang bersangkutan.































BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Desa Gonggong Kecamatan Banggai Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan dengan pertimbangan bahwa data dan informasi yang dibutuhkan mudah diperoleh serta sangat relevan dengan pokok permasalahan yang menjadi objek penelitian.

B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

Meliputi :

1. Wawancara, yakni melakukan wawancara secara langsung dengan para responden.

2. Observasi. yakni melakukan pengamatan langsung terhadap aktifitas keseharian, Iingkungan dan sarana kerja yang berhubungan dengan penulis ini.

3. Angket (Kuesioner), yakni pengumpulan data melalui daftar pernyataan yang disiapkan untuk masing-masing responden.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data Primer, adalah data yang bersumber secara langsung dari para

responden, yakni penduduk Desa Gonggong Kecamatan Banggai

Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan.

2. Data Sekunder, adalah data yang diolah atau diperoleh dari dokumen atau laporan tertulis lainnya yang dipandang relevan dengan penelitian ini.

D. Populasi dan Stempel

Populasi terdiri dari seluruh penduduk Desa Gonggong Kecamatan Banggai Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan yang berjumlah 97 Kepala Keluarga, guna mendapatkan hasil yang optimal. Jumlah populasi tersebut kemudian disampel secara random, mengingat keterbatasan waktu penelitian. sementara jumlah sampel masih besar maka peneliti memperkecil sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode pengumpulan sampel non random, yakni kuota sampling, maka sampel penelitian ini adalah 41 orang yang terdiri dari

a. Kepala Desa 1 orang

b. Aparat Desa 3 orang

c. Tokoh Masyarakat 3 orang

d. Ketua BPD 1 orang

e. Anggota BPD 2 orang

f Ketua LKMD 1 orang

g. Masyarakat Desa Gonggong 45 orang



E. Metode Pembobotan

Dalam penelitian ini menggunakan skala likert, dimana metode penelitian untuk memberikan suatu evaluasi yang objektif mengenai peranan tingkat pendidikan Kepala Desa terhadap kinerjanya. Dari sangat positif sampai sangat negatif. Yakni :

1. Sangat setuju/selalu/sangat positif.

2. Setuju/sering/positif.

3. Ragu-ragu/kadang/netral.

4. Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif.

5. Sangat tidak setuju/tidak pernah/sangat negative

F.Definisi Operasional

Secara operasional yang dimaksud dengan variabel independent dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan dan variabel independent adalah kinerja dari Kepala Desa Gonggong Kecamatan Banggai Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan sehingga landasan operasional dari penelitian ini adalah meneliti lebih jauh apakah tingkat pendidikan Kepala Desa telah dapat secara langsung meningkatkan kinerja Kepala Desa serta melihat apakah pendidikan dan pelatihan non formal yang secara internal biasa diselenggarakan ditingkat Kecamatan atau Pemda dapat langsung meningkatkan kineja Kepala Desa. Sehingga bentuk kuesioner yang dibuat antara lain akan memuat pertanyaan seperti berikut :







Apakah tingkat pendidikan Kepala Desa berpengaruh terhadap kinerjanya?

1. Sangat berpengaruh 5 orang

2. Berpengaruh 4 orang

3. Kadang saja 3 orang

4. Kurang berpengaruh 2 orang

5. Sangat tidak berpengaruh 1 orang



























BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengeruh Tingkat Pendidikan Terhadap Kinerja Kepala Desa Gonggong Kecamatan Banggai Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan

Para pakar pendidikan sebagaimana yang diungkapkan oleh Andrias (2000) bahwa pembelajaran akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga kemampuan, menjadi dewasa dan mandiri. Dengan seseorang memiliki pendidikan maka manusia/orang tersebut akan mengalami tranformasi diri, dari belum/tidak mampu menjadi mampu atau dari ketergantungan menjadi mandiri. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh Kepala Desa/Pimpinan merupakan satu hal yang sangat berperan penting dalam melakukan suatu kepemimpinan, untuk selalu slap mengantisipasi setiap perubahan yang akan muncul, karena perubahan merupakan sesuatu yang abadi.

Karena itu dalam teori-teori kinerja yang balk terdapat ungkapan yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan pengukur dari kinerja seseorang.

Dalam teori pendidikan yang dikemukakan oleh Nana S. Sukmadinada (1997) ada 4 teori yaitu :

1. Pendidikan Klasik (classical education)

Teori pendidikan klasik berdasarkan pada filsafat klasik, pendidikan klasik, menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum subjek akademis, yaitu suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses penelitian" melalui metode ekspositer dan inkuiri. Teori pendidikan ini bisanya dianut oleh sekolah-sekolah yang maju sehingga kualitas pendidikan yang didapat berakibat terhadap tingkat kinerja yang dimiliki apabila sudah mempunyai pekerjaan/jabatan.

2. Pendidikan Pribadi (Personalized education)

Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Sehingga peranan peserta didik bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidikan hanya menempati posisi kedua. Materi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

Berdasarkan pendapat diatas, maka jelaslah bahwa peranan tingkat pendidikan terhadap kinerja Kepala Desa/Pimpinan tidak maksimal, karena Kepala Desa/Pimpinan dalam melakukan tugas hanya berpedoman pada pengetahuan yang dimilikinya dan tidak berpedoman pada aturan-aturan yang berlaku sehingga tingkat pendidikan tidak selaras dengan kinerja yang ada. Hal ini dapat mempengaruhi kemajuan suatu organisasi / Desa yang dipimpin.

3. Teknologi Pendidikan

Dalam teknologi pendidikan lebih diutamakan pembentukan danpengusaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, isdisusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dandisampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronik dan para peserta didik belajar secara individual.



Jadi, pendidikan bukan hanya didapat dari penjelasan yang diberikan para pendidik. tetapi bisa didapat dari media elektronik atau media cetak, tingkat pendidikan ini bisa membantu seorang Kepala Desa/Pimpinan untuk mengetahui lebih banyak, bagaimana cara menjelankan tugas dalam pemerintahan Desa dan melakukan pembangunan-pembangunan prasarana yang ada di Desa.

4. Pendidikan Interaksional

Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interprestasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Peserta didik didorong untuk mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak dan bekerja sama untuk memecahkannya.

B. Kinerja Kepala Desa Gonggong Kecamatan Banggai Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan

Penilaian kinerja dapat pula menjadi cara untuk membantu individu untuk mengelola kinerjanya. dan kinerja dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, tergantung kepada tujuan masing-masing organisasi dan untuk menghasilkan kinerja yang baik maka seorang pimpinan / Kepala Desa harus memiliki tingkat pendidikan yang sesuai.

Kepala Desa sebagai seorang pertama mengemban tugas dan kewajiban yang berat yaitu sebagai penyelenggara dan penanggung jawab utama dibidang pemerintahan, pembangunan. kemasyarakatan dan urusan pemerintahan umum termasuk pembinaan kententraman dan ketertiban.

Disamping itu Kepala Desa juga mengemban tugas membangun mental masyarakat Desa balk dalam bentuk menumbuhkan maupun mengembankan semangat membangun yang dijiwai oleh azas usaha bersama dan kekeluargaan.

Dengan beratnya beban Kepala Desa, maka dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai penanggung jawab dibidang pembangunan, maka Kepala Desa harus dibantu oleh perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa seperti yang ada dalam pemerintahan Kepala Desa Gonggong Kecamatan Banggai Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan, karena dengan adanya kerja sama antar Kepala Desa dan aparat beserta BPD, maka program-program pembangunan Desa bisa terlaksana dengan balk.

Untuk menjamin teriaksananya program pembangunan Desa secara keseluruhan maka faktor kepemimpinan Kepala Desa sangat berperan penting terhadap upaya-upaya tersebut. Oleh karenanya untuk mendukung kepemimpinannya sudah seharusnya seorang Kepala Desa memiliki tingkat pendidikan yang cukup memadai supaya kinerja yang dihasilkan dapat memuaskan bagi mayarakat, dan seorang pemimpin harus mampu menafsirkan segala sesuatu tanpa bantuan staf atau orang lain.

Contoh Hal penting yang harus dianalisis adalah penjabaran dari produk undang-undang tentang sistem pemerintahan Desa.









BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan tersebut diatas, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Kepala Desa yang merupakan Kepala Pemerintahan ditingkat Desa diharapkan mampu menjalankan pemerintahan dengan performa yang balk dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga apabila aparat pemerintahan pada tingkat desa menunjukan kinerja yang bagus dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka akan berpengaruh pada kinerja pemerintahan pada tingkat Kabupaten.

2. Dalam memilih Kepala Desa/Pimpinan yang bisa mengemban tugas pemerintahan di desa maka masyarakat harus bisa melihat dari tingkat pendidikannya agar kinerjanya sesuai dengan rancangan Pembangunan Desa.

3. Pendidikan yang dimiliki sangat berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan, begitu juga kinerja dapat berhasil dengan balk ditentukan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki.

B. Saran

Sebelum mengakhiri uraian dalam tugas akhir ini, penulis mengungkapkan kontribusi pemikiran dalam bentuk saran sebagai berikut :

1. Sebagai calon tenaga perkantoran/pemerintahan/pemimpin, penulis menyarankan kepada semua pihak yang terlibat dalam masalah ini khususnya pada pemerintahan untuk pelaku profesional dan kreatif dalam meningkatkan kinerja pemerintahan.

2. Dalam melakanakan peranan tingkat pendidikan terhadap kinerja Kepala Desa, benar-benar untuk dapat bekerja dalam mencapai tujuan.

3. Dalam penulisan ini penulis mengharapkan kepada kita semua agar kiranya memberikan masukan yang sifatnya membangun demi memperbaiki tugas ini yang telah diberikan penulis sebagai persyaratan mengikuti Ujian Semester Genap dilingkungan Universitas Tompotika Luwuk



























DAFTAR PUSTAKA

A.S.Munandar Prof. Dr. 2000, Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Lembaga Pendidikan dan Pendidikan Manajemen.

Bambang Swasto, Prof. Dr. ME, 2003, Pengembangan Sumber Daya

Manusia (Pengaruhnya Terhadap Kinerja dan Imbalan). Bayu Media. Siagian, P. Sondang, 1996, Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku

Administrasi, PT Intl Idayu Press. Jakarta.

Slamet Saksono Drs. 2000, Administrasi Kepegawaian, Penerbit Kanisius. Zainun Buchari, Prof. Dr. 1994. Manajemen dan motivasi, Cet 6 Balai Aksara, Jakarta.

No comments:

Post a Comment